TUGAS 2 ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN #


ASPEK HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI

Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum :
·                Keperdataan
menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.
·                Administrasi Negara
menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang konstruksi.
·                Ketenagakerjaan
menyangkut tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja pelaksana jasa konstruksi.
·                Pidana
menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut ranah pidana.

Mengenai hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Pada Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian persetujuan dan Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas kebebasan dalam membuat perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan; segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian yang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, mengatur tentang empat syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:
1.            Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.            Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;
3.            Suatu hal tertentu;
4.            Suatu sebab yang diperkenankan.
Konrak dalam jasa konstruksi harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif tersebut.

Kontrak Kerja Konstruksi
Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat sekurang-kurangnya harus
mencakup uraian adanya:
1.            para pihak
2.            isi atau rumusan pekerjaan
3.            jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan
4.            tenaga ahli
5.            hak dan kewajiban para pihak
6.            tata cara pembayaran
7.            cidera janji
8.            penyelesaian tentang perselisihan
9.            pemutusan kontrak kerja konstruksi
10.          keadaan memaksa (force majeure)
11.          tidak memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan
12.          perlindungan tenaga kerja
13.          perlindungan aspek lingkungan.
Khusus menyangkut dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.
Formulasi rumusan pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi
(a) volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan;
(b) persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi;
(c) persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa;
(d) pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat;
(e) laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM JASA KONSTRUKSI
1.            Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
2.            PP No.28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
3.            PP No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
4.            PP No.30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
5.            Kepres RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berikut perubahannya
6.            Kepmen KIMPRASWIL No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah
7.            Surat Edaran Menteri PU No.08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006
8.            Peraturan Menteri PU No. 50/PRT/1991 tentang Perizinan Perwakilan Perusahaan Jasa Konstruksi Asing
9.            dan peraturan-peraturan lainnya




KLAIM KONTRAK
Klaim konstruksi dapat terjadi antar para pihak yang berkontrak. Tegasnya klaim mungkin saja datang dari pihak Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa atau sebaliknya. Jadi tidak benar bila klaim hanya datang dari pihak Pengguna Jasa atau sebaliknya hanya Pengguna Jasa yang boleh mengajukan klaim.
Disamping itu klaim dapat juga terjadi dari pihak lain diluar kontrak seperti Konsultan Pengawas/Perencana, para Sub Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa.
Arti klaim sesungguhnya adalah permintaan/permohonan mengenai biaya, waktu dan atau kompensasi pelaksanaan diluar ketentuan tercantum dalam kontrak konstruksi. Jadi adalah suatu kekeliruan/salah pengertian yang menganggap klaim adalah suatu tuntutan. Memang benar klaim adakalanya berakhir dengan suatu tuntutan baik melalui suatu Badan Peradilan atau Lembaga Arbitrase apabila permintaan tersebut tidak dikabulkan.
Pengajuan klaim dapat dengan berbagai cara dan yang paling sederhana berupa permintaan lisan sampai dengan permintaan yang disusun secara tertulis lengkap dengan data pendukungnya.
Para pihak didalam suatu kontrak konstruksi lebih menyukai pemecahan secara damai tanpa melalui Badan Peradilan. Mereka menginginkan terdapat keputusan yang cepat, karena penyelesaian melalui Pengadilan disamping memakan waktu dan biaya, permasalahannya semakin terbuka untuk umum. Penyelesaian melalui Arbitrase lebih disukai karena disamping waktu lebih pendek, para arbiter dapat dipilih yang profesional dan keputusannya adalah final dan mengikat para pihak. Upaya hukum dalam bentuk apapun bila telah keluar keputusan arbitrase tidak diperkenankan (berbeda dengan Pengadilan yang memungkinkan banding, kasasi atau Peninjauan Kembali).

Sebab-sebab timbulnya Klaim.
Sesungguhnya dalam Industri Jasa Konstruksi, klaim adalah suatu hal yang sangat wajar terjadi. Di negara Barat yang Industri Jasa Konstruksinya sudah berkembang dan para pelaku Industri Jasa Konstruksi menyadari betul arti sebuah klaim, maka hal ini menjadi biasa.
Dari pihak Pengguna Jasa
a.    Pekerjaan yang dilaksanakan Penyedia Jasa cacat atau kurang sempurna.
b.    Penyedia jasa terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak
c.     Pemutusan kontrak
Dari pihak Penyedia Jasa
a.    Kelambatan atau cacat informasi yang harus diserahkan Pengguna Jasa seperti gambar-gambar atau spesifikasi.
b.    Kelambatan atau cacat dari bahan atau peralatan yang harus disediakan Pengguna Jasa.
c.     Perubahan ketentuan-ketentuan, gambar-gambar atau spesifikasi teknis.
d.    Perubahan atau keadaan lapangan yang tidak diketahui
e.    Reaksi dari pengaruh pekerjaan yang berturutan.
f.      Larangan metode kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan dari pelaksanaan proyek.
g.    Kontrak yang kurang jelas/perbedaan penafsiran.




KONTRAK FIDIC
FIDIC adalah singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs-Conseils (International Federation of Consulting Engineers) yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, dan didirikan dalam tahun 1913 oleh negara-negara Perancis, Belgia dan Swiss. Dalam perkembangannya, FIDIC merupakan perkumpulan dari assosiasi-assosiasi nasional para konsultan (Consulting engineers) seluruh dunia. Dari asalnya sebagai suatu organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang Dunia ke II dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada tahun 1958, dan baru pada tahun tujuhpuluhan bergabunglah negara-negara NIC, Newly Industrialized Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar internasional.
Didukung oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman professional yang sedemikian luas dari anggota-anggotanya, FIDIC telah menerbitkan berbagai bentuk standar dari dokumen dan persyaratan kontrak, conditions of contract, untuk proyek-proyek pekerjaan sipil (civil engineering construction) sejak 1957 yang secara terus menerus direvisi dan diperbaiki sesuai perkembangan industri konstruksi. Sejak diterbitkannya edisi ke 1 pada tahun 1957, maka edisi ke 2 diterbitkan pada tahun 1969, edisi ke 3 pada tahun 1977 dan edisi ke 4 pada tahun 1987 yang dicetak ulang dengan beberapa amandemen pada tahun 1992.
Pada tahun 1999 telah dikeluarkan edisi ke 1 dari satu dokumen standar yang sama sekali baru tentang persyaratan kontrak untuk pekerjaan konstruksi, yaitu:”Conditions of Contract for Building and Engineering Works Designed by the Employer“. Pada FIDIC tersebut, hal yang penting adalah diterapkannya suatu pembagian risiko yang berimbang antara pihak-pihak yang terkait dalam suatu pembangunan proyek, yaitu bahwa risiko dibebankan kepada pihak yang paling mampu untuk mengendalikan risiko tersebut.





DISPUTE (SENGKETA)
                  Sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu kontrak konstruksi yang di dunia Barat disebut construction dispute. sengketa konstruksi yang dimaksudkan di sini adalah sengketa di bidang perdata yang menurut UU no.30/1999 Pasal 5 diizinkan untuk diselesaikan melalui Arbitrase atau Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa.
                  Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena klaim yang tidak dilayani misalnya keterlambatan pembayaran, keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para pihak. Selain itu sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila pengguna jasa ternyata tidak melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sengketa konstruksi timbul karena salah satu Dalam tahapan penyelenggaraan bangunan, selain harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah juga harus mengikuti peraturan yang telah disepakati bersama dan dituangkan dalam kontrak. Sengketa dapat terjadi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak, dan sengketa yang terjadi harus segera diselesaikan dan tidak menghambat tahapan penyelenggaraan bangunan.pihak telah melakukan tindakan cidera (wanprestasi atau default).
Penyebab sengketa konstruksi dan jenis penyelesaian serta lembaga penyelesaian sengketa konstruksi sebagai berikut:
1.      Jenis sengketa
Jenis sengketa adalah perubahan kontrak yang diminta (klaim) secara tertulis, yang diajukan oleh salah satu pihak pada pihak lain sebagai kompensasi atas “kerugian” atau ketidaksesuaian implementasi suatu kontrak konstruksi. Sengketa dapat disebabkan oleh berbagai jenis sengketa, jenis sengketa tersebut dikelompokkan menjadi 4 jenis sengketa yaitu:
a)      Biaya:
·         Perubahan nilai kontrak
·         Perubahan harga satuan pekerjaan
·         Perubahan nilai angsuran pembayaran
b)      Waktu:
·         Perubahan waktu kontrak
·         Perubahan jadwal kegiatan
·         Perubahan jadwal pembayaran
c)      Lingkup pekerjaan:
·         Perubahan jenis pekerjaan
·         Perubahan volume
·         Perubahan mutu/kualitas
·         Perubahan metode pelaksanaan konstruksi
d)      Gabungan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa)
·         Kombinasi perubahan biaya dan waktu
·         Kombinasi perubahan biaya dan lingkup pekerjaan
·         Kombinasi perubahan waktu dan lingkup pekerjaan
·         Kombinasi perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan

2.      Penyebab sengketa
Penyebab sengketa adalah sumber timbulnya permintaan kompensasi secara tertulis atas “kerugian” atau ketidaksesuaian implementasi suatu kontrak konstruksi oleh salah satu pihak pada pihak lain. Sengketa dapat disebabkan oleh banyak hal, penyebab sengketa tersebut dikelompokkan menjadi 9 (Sembilan) penyebab sengketa sebagai berikut:
a)         Penyebab sengketa berkaitan dengan perizinan:
·         Pemberian izin
·         Permintaan izin
·         Tidak adanya izin
b)         Penyebab sengketa berkaitan dengan surat perjanjian kerjasama (kontrak):
·         Isi surat kontrak tidak jelas
·         Isi surat kontrak tidak lengkap
c)         Penyebab sengketa berkaitan dengan persyaratan kontrak:
·         Isi persyaratan kontrak tidak jelas
·         Isi persyaratan kontrak tidak lengkap
d)         Penyebab sengketa berkaitan dengan gambar:
·         Gambar rencana tidak jelas
·         Gambar rencana tidak lengkap
·         Gambar kerja tidak jelas
·         Gambar kerja tidak lengkap
e)         Penyebab sengketa berkaitan dengan spesifikasi:
·         Spesifikasi tidak jelas
·         Spesifikasi tidak lengkap
·         Perubahan spesifikasi
·         Persyaratan spesifikasi tidak memungkinkan untuk dilaksanakan
f)          Penyebab sengketa berkaitan dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB):
·         RAB tidak jelas
·         RAB tidak lengkap
            Pengukuran hasil pekerjaan
g)         Penyebab sengketa berkaitan dengan administrasi kontrak:
·         Berita acara
·         Laporan
·         Foto/film
h)         Penyebab sengketa berkaitan dengan kondisi lapangan:
·         Kondisi lapangan tidak sesuai denngan kontrak
·         Perubahan kondisi lapangan
·         Kondisi lapangan tidak memungkinkan
i)          Penyebab sengketa berkaitan dengan kondisi eksternal:
·         Perubahan kebijakan pemerintah
·         Perubahan harga atau biaya
·         pendanaan

3.         Jenis penyelesaian sengketa
Secara umum jenis penyelesaian sengketa di luar pengadilan (cara litigasi) yaitu (UU RI nomor 18 tahun 1999; UU RI nomor 30 tahun 1999)
a)     Negosiasi
Negosiasi dapat diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif. Negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga namun memerlukan orang yang tepat untuk bernegosiasi.
b)     Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersifat netral, dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat.
c)      Konsiliasi
Konsiliasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara mempertemukan keinginan para pihak dengan menyerahkannya kepada suatu komisi/pihak ketiga yang ditunjuk atas kesepakatan para pihak yang bertindak sebagai konsiliator. Peranan konsiliator yaitu menyusun dan merumuskan upaya penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak.
d)     Arbitrase
Arbitrase adalah perjanjian perdata dimana para pihak sepakaat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara mereka yang mungkin akan timbul dikemudian hari yang diputuskan oleh seorang ketiga, atau penyelesaian sengketa oleh seorang atau beberapa orang wasit (arbitrator) yang bersama-sama ditunjuk oleh pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan melalui pengadilan tetapi secara musyawarah dengan menunjukan pihak ketiga, hal mana dituangkan dalam salah satu bagian dari kontrak. Badan arbitrase terdiri dari arbitrator yaitu pengacara, kontraktor, konsultan (engineer) dan konsultan hakim. Arbiter harus memiliki pengetahuan bidang konstruksi dan memahami permasalahan sengketa yang dihadapi.
Terdapat jenis penyelesaian sengketa di luar pengadilan (cara litigasi) lainnya yang digunakan di luar negeri, yaitu Eastern Distric of New York, 1993; Thomas B. Treacy, 1995; Frederick S. Keith, P. E.,1997) Court-Annexed Arbitration, Early Neutral Evaluation, Mediation, Concensual Jury or Court Trial before a United States Magistrate Judge, Settlement Conferences, Special Masters, Arbritration, Dispute Review Board (by ASCE committee on Contract Administration), Minitrial Summary Jury Trial dan Private Judging.

4.      Lembaga penyelesaian sengketa
Lembaga penyelesaian sengketa adalah lembaga yang dapat membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi. Lembaga penyelesaian sengketa menurut Soekirno, 2006; Widjaja, 2002; Emirzon, 2001; Margono, 2000 yang dikutip dari Mutiara, 2006 adalah sebagai berikut:
1)    Negosiator
2)    Mediator
3)    Konsiliator
4)    Lembaga Arbitrase


STUDI KASUS KLAIM KONTRAK
Proyek di Papua

Metode Klaim Kontraktor

Metode klaim yang digunakan oleh kontraktor dalam pengajuan klaim adalah metode estimating cost item. Metode analisa klaim dari kontraktor menggunakan item biaya langsung, pada kategori biaya, ada nya peningkatan biaya dapat dengan mudah dibuktikan dan ditentukan besarnya. Contohnya, peningkatan biaya finansial dan biaya
peralatan. Dipihak lain, kita juga menemukan item-item yang tidak mudah dihitung, seperti homeoffice overhead. Pada bagian ini akan dibahas kategori biaya yang biasa digunakan dalam pengajuan klaim, antara lain sebagai berikut:
a)       Peningkatan biaya pekerja: dibagi menjadi biaya pekerja langsung dan tidak langsung. Peningkatan biaya pekerja langsung biasanya disebabkan oleh aktivitas yang secara langsung dipengaruhi oleh kekacauan yang disebabkan oleh owner. Peningkatan biaya ini bisa diperoleh dari rekaman data aktual pekerja (yang mana menunjukan peningkatan pada durasi kerja) dengan menerapkan klasifikasi pekerja dari kontraktor. Kontraktor juga memiliki hak untuk menutup kerugian dari peningkatan upah yang mungkin terjadi selama periode keterlambatan (Barrie,Paulson,1992). Pada biaya tidak langsung, biaya diasosiasikan dengan aktivitas tidak langsung yang disebabkan oleh kekacauan. Biaya ini diperkirakan dengan menggunakan teknik productivity loss estimation, setelah lingkup dari kekacauan dapat ditentukan.
b)      Peningkatan biaya finansial: berkaitan dengan keterlambatan yang terjadi, kontraktor yang menanggung peningkatan biaya finansial dari proyek konstruksi. Untuk membenarkan klaim yang diajukan, kontraktor harus dapat memperlihatkan seluruh rincian biaya yang dimaksud, sehingga bukti-bukti dapat diterima. Kontraktor juga dapat melakukan klaim terhadap biaya inflasi jika keterlambatan telah melampaui wewenang kontraktor.
c)       Peningkatan biaya overhead: termasuk didalamnya adalah site over head dan home office overhead. Peningkatan site overhead selalu lebih mudah untuk ditentukan jumlahnya. Peningkatan ini memerlukan kontraktor untuk memperlihatkan persiapan- persiapan tempat yang akan dibangun, menentukan biaya-biaya yang detail untuk semua item pekerjaan yang dianggap sebagai item pekerjaan dilapangan yang umum (infrastruktur lapangan, crane dan peralatan-peralatan lain yang ada dilapangan). Perhitungan terhadap peningkatan home office overhead merupakan hal yang rumit. Tidak terlalu jelas bagaimana biaya-biaya home office dipengaruhi oleh keterlambatan dilapangan. Kontraktor memilih item ini sebagai home office overhead yang tidak dapat diabsorb karena bagian yang terbesar dari waktu tenaga kerja home office dialokasikan terhadap proyek yang terlambat untuk jumlah total pembayaran yang sama diterima dari owner.

Data Umum Proyek

Proyek ini berada di Irian Jaya Barat. Nilai kontrak yang disetujui adalah dalam mata uang US dolar. Proyek ini merupakan proyek EPC (Engineering, Procurement dan Construction). Jenis proyek berupa kombinasi antara Lump sum dan Unit rate.
Pekerjaan untuk jenis kontrak Lump sum meliputi: Dormitory block A dan B, Gedung Administrasi, Klinik, Sentral Building, Mesjid, Gereja, Pos Penjagaan, Kantor Bea dan keamanan Pintu Gerbang dan Area keamanan, Trotoar 1 & 2, Outdoor Infrastructure: road and pavement, fence and gate.
Pekerjaan untuk jenis kontrak Unit rate mencakup : Pile Cap, Earth Structure, External Sewerage and Drainage, External Concrete,External Communication system, electrical work, landscaping, loose furniture and equipment.
Proyek Building-2 ini ditandatangani pada tanggal 9 Maret 2006, proses konstruksi dijadwalkan akan selesai pada tanggal 30 Juli 2007. Sebelum penandatanganan kontrak, owner menerbitkan letter of agreement pada tanggal 10 Februari 2006 sebagai surat izin kepada kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan persiapan.
Rencana kerja penyelesaian untuk semua pekerjaan Building 2 yang telah disepakati kedua belah pihak seperti yang tercantum dalam kontrak adalah selama 486
hari (Pekerjaan dimulai tanggal 01 April 2006 dan selesai tanggal 31 Juli 2007). Pada kenyataannya, pihak Kontraktor baru dapat menyelesaikan seluruh pekerjaan Building – 2 pada tangal 15 Juni 2008 atau mundur selama 320 hari (+ 11 bulan) dari rencana yang telah disetujui.
Karena keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan pada proyek building-2 ini, Kontraktor mengajukan klaim kepada Pemilik. Pemilik menerima 2 klaim formal dari kontraktor dengan total klaim sebesar IDR 241,985,163,700 dengan perincian sebagai berikut:
a)       Klaim pertama diterima oleh Pemilik pada tanggal 17 December 2007, dengan total klaim IDR 198,852,930,000
b)      Klaim kedua diterima oleh Pemilik pada tanggal 2 May 2008, dengan total klaim sebesar IDR 42,932,233,700

Sebab Pengajuan Klaim Dari Kontraktor

Kontraktor mengajukan klaim kepada owner karena beberapa masalah seperti: keterlambatan pengadaan dari pihak Pemilik, perubahan gambar desain di lapangan, penundaan keberangkatan tenaga kerja, penambahan tenaga kerja lokal yang diluar rencana, perubahan cuaca, kondisi tanah di lapangan yang berbeda, kebijakan HSE yang menyebabkan produktifitas menurun, produktivitas menurun karena kondisi dari kantin, penambahan ongkos kirim untuk material karena perubahan tempat keberangkatan, demobilisasi dari peralatan, kelebihan material dan fasilitas konstruksi dilapangan, penurunan produktivitas akibat keterbatasan kapasitas kamp, tambahan biaya untuk mempercepat proses penyelesaian proyek Buiding-2, penggantian biaya atas kehilangan kesempatan untuk mendapatkan proyek baru dikarenakan keterlambatan penyelesaian proyek building-2.

Klaim Oleh Kontraktor

Tidak Produktif tenaga kerja karena prosedur keamanan kerja yang baru
a)       Dasar Klaim, didalam kontrak kerja dijelaskan bahwa HSE training yang diadakan oleh owner dapat dilaksanakan di 3 kota: Jakarta, Makasar dan Sorong. Pada kenyataannya semua HSE training dilaksanakan di Site Project. Kontraktor mengklaim biaya tambahan untuk hal ini dengan alasan tertunda nya pekerjaan di lapangan. Karena untuk pekerja yang belum mendapatkan training, tidak dapat melakukan pekerjaan dilapangan.
b)      Analisis Klaim, di dalam kontrak kerja dijelaskan bahwa HSE training harus dilaksanakan selama beberapa hari tergantung dari jumlah peserta, dan tidak ada kompensasi tambahan selama masa training. Semua fasilitas untuk training ditanggung oleh kontraktor. Pada kenyataannya, semua training dilaksanakan di lapangan kerja dan tidak ada penundaan pekerjaan. Kondisi ini seharusnya menguntungkan untuk kontraktor. Karena semua biaya ditanggung oleh owner dan kontraktor tidak harus mengeluarkan biaya tambahan untuk para personil mengikuti training diluar proyek. Karena alasan ini, Pemilik menolak untuk memberikan biaya tambahan kepada kontraktor.
c)       Perhitungan klaim, Perhitungan kontraktor berdasarkan total man hours yang tidak bekerja selama masa menunggu training dikalikan dengan upah perhari, sebagai berikut: 3,090 Manday x Rp. 210,004 = Rp. 650,136,000. Dan jumlah ini ditolak oleh Pemilik dengan alasan yang telah dijelaskan diatas.

Tambahan Biaya karena bertambahnya perlengkapan keamanan

a)       Dasar Klaim, Biaya untuk safety gear dan personal protective equipment yang menjadi tanggung jawab kontraktor harus mengikuti standard yang berlaku di spesifikasi. Tetapi didalam spesifikasi tidak dijelaskan jenis perlengkapan safety yang harus digunakan. Kontraktor telah menyiapkan PPE untuk digunakan dilapangan oleh pekerja sesuai standard yang telah ditetapkan oleh owner, menggunakan berbagai macam sarung tangan sesuai dengan tingkat resiko nya, dan menggunakan sepatu bot plastik dengan steel toe cap. Tetapi pada tgl 28 Sept 06, owner merevisi standard yang lama dengan mewajibkan pekerja menggunakan sarung tangan kulit dan sepatu kerja kulit. Ini menyebabkan timbulnya biaya tambahan untuk membeli sarung  tangan dan sepatu kerja yang baru yang sesuai dengan ketentuan baru dari Pemilik.
b)      Analisis Klaim, Semua pekerja yang akan melakukan pekerjaan dilapangan harus menggunakan perlengkapan safety sebagai berikut: Helm kerja, Sepatu kerja, Kacamata kerja,Seragam kerja
Standard yang ditetapkan adalah sebagai berikut,Sepatu Kerja, Semua pekerja harus menggunakan sepatu yang dapat melindungi kaki dari kecelakaan, seperti jatuh nya dan bergulingnya sesuatu peralatan kerja dilapangan. Sepatu kerja harus sesuai dengan standar sepatu kerja lapangan nasional, Sarung tangan kerja, Sarung tangan harus dapat melindungi tangan dari bahaya zat-zat yang dapat menembus kulit, dari bahaya benda tajam, dari bahaya zat-zat kimia dan bahaya temperatur tinggi. Tidak diragukan bahwa kontrktor telah menyediakan dan menggunakan perlengkapan safety dilapangan. Masalahnya adalah rubber boat yang disediakan kontraktor tidak mempunyai soles yang kuat sehingga tidak dapat digunakan dilapangan yang pada kenyataannya banyak paku dan benda-benda tajam yang dapat menembus rubber boat yang digunakan oleh pekerja. Begitu juga dengan jenis sarung tangan yang disediakan oleh kontraktor tidak dapat memberikan perlindungan yang aman untuk tangan, sehingga tidak memenuhi standard keamanan untuk pelengkapan kerja.
c)  Perhitungan Klaim, Kontraktor menghitung klaim untuk sepatu kerja dan sarung tangan kerja berdasarkan selisih antara biaya yang telah dikeluarkan oleh kontraktor untuk membeli rubber boat, dengan biaya tambahan untuk membeli sepatu safety yang baru yang sesuai dengan ketentuan dari pihak Pemilik. Berikut perincian biaya tambahan yang diajukan oleh kontraktor:
Sepatu safety:
Pembelian sepatu safety baru = 1,286 x Rp. 440,000,- = Rp. 565,840,000,- Sepatu boat yang sudah dibeli = 1,286 x Rp. 120,078,-  = Rp. 164,320,200,-
Sub Total biaya yang di Klaim   = Rp. 401,517,800,-
Sarung tangan safety:
Pembelian sarung tangan baru = 23,200 x Rp.10,067,- = Rp. 386,666,700,- Sarung tangan yang sudah dibeli = 23,200 x Rp.1,700,- = Rp.  38,666,700,-
Sub Total biaya yang di Klaim  =  Rp. 348,000,000

Total Klaim = Rp. 749,517,800,-. Pemilik hanya akan membayar 50 % dari total klaim yang diajukan oleh kontraktor karena alasan yang telah dijabarkan diatas. Dan karena owner menyadari akan adanya tambahan biaya untuk pembelian  perlengkapan keamnan, tetapi kontraktor tidak mempunyai alasan yang kuat sehingga owner hanya akan membayar setengah dari klaim yang diajukan, yaitu: Rp. 749,510,078 x 50% = Rp. 400,000,000

Tidak Produktif tenaga kerja karena faktor lingkungan, keamanan, dan masalah kesehatan

a)       Dasar Klaim, Pemilik menyatakan bahwa keamanan di lapangan akan terjamin. Pada kenyataanya terjadi demonstrasi dari warga diluar project yang menyebabkan

tertundanya pekerjaan kosntruksi, dan terjadi demonstrasi dari beberapa pekerja dilapangan yang mengajak pekerja lain untuk mogok bekerja. Makanan ditanggung oleh pihak owner. Tenaga kerja akan mendapatkan makanan yang higienis untuk kesehatan mereka. Pada tanggal 7 November '06, 98 pekerja menderita diare dan menyebabkan tidak dapat bekerja. Diare disebabkan karena makanan yang tidak higienis.
b)      Analisis Klaim, Pemilik menyatakan bahwa kontraktor tidak mempunyai dasar yang jelas dalam mengajukan klaim ini. Demonstrasi yang terjadi pada tanggal 17 November adalah demosntrasi yang dilakukan oleh penduduk lokal dikarenakan pintu masuk di pos 8 selalu dalam keadaan tertutup, menyebabkan mereka tidak dapat masuk ke dalam proyek, ini sudah dapat ditanggulangi oleh owner dengan melakukan komunikasi antara pihak owner dengan penduduk lokal Papua. Dan pada hari yang sama workers dari pihak kontraktor pun melakukan demonstrasi karena uang lembur mereka yang belum dibayar oleh pihak kontraktor. Jadi tidak ada hubungan nya dengan keamanan yang mengancam pihak kontraktor yang disebabkan oleh pihak owner. Untuk kasus diare yang menyerang 92 orang tenaga kerja dari kontraktor, setelah mendapat keterangan dari pihak klinik di proyek, dari 92 tenaga kerja sebenarnya tidak ada yang menderita diare. Yang melatarbelakangi tenaga kerja untuk datang keklinik adalah ada nya 7 teman mereka yang mengalami diare. Dan mereka termakan isu bahwa makanan yang mereka konsumsi sudah tidak layak makan, sehingga mereka mengklaim bahwa diri mereka terkena diare dan segera berdatangan ke klinik untuk diperiksa. Tetapi hasil dari pemeriksaan dari 92 tenaga kerja yang melapor tidak ada satu pun yang terserang diare. Ini juga dapat disebabkan rendahnya pengetahuan tenaga kerja lokal disana mengenai penyakit diare dan tenaga kerja lokal mudah termakan isu yang beredar yang belum tentu benar. Untuk 7 orang pasien yang terjangkit diare diklinik ini dikarenakan mereka mengkonsumsi mie instant yang mereka bawa dan masak sendiri di kamp mereka. Jadi bukan karena makanan yang disediakan oleh pihak owner. Kontraktor tidak dapat memberikan data pendukung yang kuat untuk mengklaim hal ini. Oleh karena itu Klaim yang diajukan untuk item ini ditolak oleh pihak owner.

Penambahan biaya pengiriman material dan peralatan karena perpindahan tempat keberangkatan dari vessel yang disediakan oleh owner

a)       Dasar Klaim, Dalam kontrak kerja dijelaskan bahwa transportasi peralatan akan dilakukan dari pelabuhan di Jakarta dan di Surabaya. Dan kapal atau vessel akan disediakan oleh owner dengan biaya ditanggung oleh owner (dari Jakarta/Surabaya ke Irian Jaya Barat). Pada kenyataannya, owner hanya menerima pengiriman material dan peralatan dari pelabuhan di Ciwandan – Banten. Sedangkan kontraktor telah mempersiapkan material dan peralatan untuk dikirim melalui pelabuhan di Surabaya. Ini menyebabkan ada nya biaya tambahan untuk transportasi material dan peralatan dari Surabaya ke ciwandan – Banten.
b)      Analisis Klaim, Berdasarkan kontrak kerja pengiriman peralatan akan dilakukan dari pelabuhan di Jakarta dan di Surabaya. Dan kapal atau vessel akan disediakan oleh owner dengan biaya ditanggung oleh owner (dari Jakarta/Surabaya ke Irian Jaya Barat). Oleh karena itu owner akan membayar biaya tambahan yang telah dikeluarkan oleh pihak kontraktor untuk pengiriman material dan peralatan dari Surabaya ke Ciwandan – Banten. Tetapi karena kontraktor tidak mempunyai backup data yang jelas untuk dasar perhitungan klaim mereka. Pemilik hanya akan membayar kompensasi untuk biaya mobilisasi dan demobilisasi dari Surabaya ke Banten berdasarkan Jadwal mobilisasi dan demobilisasi peralatan kontraktor sebesar Rp. 450,526,400.

Klaim atas kondisi tanah dilapangan yang tidak bagus

a)       Dasar Klaim, Didalam kontrak disebutkan bahwa owner akan menyediakan aggregate dan pasir yang bagus untuk memperbaiki dan perawatan kondisi tanah di lapangan (lampiran 4). Pada kenyataannya keadaan tanah yang tidak bagus, menyebabkan pekerjaan konstruksi dilapangan terhambat. Aggregate dan pasir yang seharusnya disediakan oleh owner juga tidak tersedia. Kontraktor harus mengerjakan perbaikan kondisi tanah yang merupakan diluar kewajiban kerja kontraktor, dengan kata lain ini adalah pekerjaan tambah untuk kontraktor.
b)      Analisis Klaim, Tidak ada kontraktual basis untuk klaim loss in productivity ini. Kondisi yang tertera dalam kontrak tidak berubah. Pada item pekerjaan tambah untuk pembelian steel plate untuk akses sementara adalah pekerjaan konstruksi normal untuk setiap proyek.
c)       Perhitungan Klaim,Tetapi Owner akan membayarkan biaya tambahan untuk pembelian steel plate yang melebihi batas karena inisiatif dari kontraktor untuk mengantisipasi kekurangan steel plate. Owner hanya akan membayar 50% dari 65 sheet steel plate yang di beli oleh kontraktor yaitu 50% x Rp. 577,850,000 = Rp. 288,920,005 dibulatkan menjadi Rp. 290,000,000.

Penurunan produktifitas karena fasilitas kamp yang tidak memadai.

a)       Dasar Klaim, Berdasarkan kontrak kerja Semua pekerja yang akan bekerja di lapangan akan mendapatkan akomodasi yang baik dengan standard  internasional.Pada kenyataan nya akomodasi yang didapat tidak cukup layak, pekerja merasa tidak nyaman, menyebabkan menurun nya produktivitas mereka dalam bekerja. Dan juga akomodasi yang terbatas menyebabkan penundaan mobilisasi dari pekerja ke site project.Adapun biaya tambahan yang di klaim oleh Kontraktor adalah sebesar Rp. 5,999,556,000.
b)      Analisis Klaim, Berdasarkan kontrak kerja, owner mempunyai kewajiban untuk menyediakan akomodasi seperti kamp untuk pekerja lapangan/worker yang merupakan non staff worker. Kamp yang disediakan untuk non staf adalah type S7 dan S8. Ini adalah kamp dengan tempat tidur tingkat dan kipas angin. 1 kamar dapat menampung 6 orang. Akomodasi S7 dan S8 ini sudah mengikuti standard yang biasa digunakan di project lain dan sudah sesuai dengan kontrak yang telah disetujui bersama. Masalah yang timbul akibat dari terbatasnya jumlah kamp untuk tenaga kerja dikarenakan kontraktor yang gagal untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu nya. Sehingga banyak pekerja yang diundur waktu demobilisasi nya karena harus menyelesaikan pekerjaan di lapangan. Di dalam kontrak bab 6 disebutkan bahwa jumlah tenaga kerja yang paling banyak adalah 592, dan puncak nya dijadwalkan akan terjadi pada bulan Februari 2007. Pada kenyataanya jumlah tenaga kerja terbanyak adalah 1202 dan terjadi pada bulan October 2007. Ini menunjukan kegagalan kontraktor untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan jadwal yang sudah di rencanakan didalam kontrak.
c)       Perhitungan Klaim, Kontraktor mengklaim biaya tambahan untuk hal diatas menggunakan faktor 10% dari kehilangan produktivitas untuk semua pekerja. Perincian nya adalah sebagai berikut:

Man month   jam/hari   hari/bulan   Total jam  upah sejam            total biaya 9,505         8                   30           2,281,200                   26,300     59,995,560,000
Biaya yang akan di klaim 10% = Rp 5,999,556,000,-

Tidak ada dasar formula untuk perhitungan diatas. Pemilik sudah memenuhi kewajiban nya untuk menyediakan akomodasi untuk para pekerja. Keterbatasan

akomodasi disebabkan oleh karena kontraktor yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaan nya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam kontrak. Sehingga kontraktor harus memperpanjang masa kerja, dan kontraktor juga gagal untuk mengatur jumlah dan perputaran tenaga kerja nya sesuai dengan rencana yang ada dalam kontrak. Namun selama masa kerja, ada staff dari kontraktor yang harus tinggal di akommodasi S7 dan S8 yang seharusnya akomodasi tersebut untuk non staff. Dikarenakan kapasitas kamp untuk staff yang penuh.
Untuk itu Pemilik tetap akan memberikan kompensasi untuk pekerja staff yang tinggal di kamp yang lebih rendah dari level nya. Pehitungan kompensasi adalah sebesar $50 perhari untuk setiap pekerja staff yang tinggal di kamp S7 dan S8.  berikut adalah perhitungannya:
Rp. 500,000 x 190 MM = Rp. 95,000,000,- adalah jumlah yang akan dibayarkan oleh owner untuk klaim yang diajukan


Penyelesaian Klaim

Secara keseluruhan total klaim sebesar Rp. 150,000,000,000,- ditolak oleh owner karena kontraktor tidak mempunyai dasar yang kuat dalam pengajuan klaim, dan juga kontraktor tidak memiliki back up data dan bukti2 yang dapat menguatkan klaim tersebut. Penyelesaian klaim dilakukan dengan cara negosiasi. Pertemuan dilaksanakan beberapa kali di Jakarta antara senior management dari pihak Pemilik dan pihak kontraktor untuk berunding mengambil keputusan yang terbaik. Dalam pertemuan tersebut diatas membahas mengenai analisa klaim yang dilakukan oleh owner dan penjelasan dari kontraktor. Tetapi karena kontraktor tidak memiliki dasar yang  kuat dalam pengajuan klaim, baik dari segi pendekatan dengan kontrak dokumen maupun kelengkapan data, maka owner tidak dapat mengabulkan permintaan biaya tambahan yang diajukan. Namun, owner tetap akan memberikan kompensasi untuk beberapa
pekerjaa yang memang hak dari kontraktor.
Meskipun kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu nya, tetapi owner tetap menghargai kerja keras dari kontraktor yang pada akhirnya dapat menyelesaikan seluruh pekerjaan dengan kualitas yang bagus (high standard).
Proposal harga dari Pemilik sebagai claim settlement adalah Rp. 76,958,510,000 (jumlah nilai tersebut dihitung dengan menggunakan metode perhitungan selisih antara harga yang tercantum di kontrak dengan biaya aktual yang dikeluarkan oleh kontraktor serta dengan memepertimbangkan kondisi sebenarnya yang terjadi dilapangan selama pekerjaan berlangsung. Dan kontraktor menerima harga yang ditawarkan oleh Pemilik sebagai kesepakatan untuk kompensasi klaim secara keseluruhan.



Daftar Pustaka:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perancangan Struktur Jembatan

GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

Tugas Pemindahan Tanah Mekanis