TUGAS 2 ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN #
ASPEK HUKUM DALAM JASA
KONSTRUKSI
Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum :
Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum :
·
Keperdataan
menyangkut
tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi,
yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan harus merupakan
kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.
·
Administrasi Negara
menyangkut
tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi proses pelaksanaan
kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang konstruksi.
·
Ketenagakerjaan
menyangkut
tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja pelaksana jasa
konstruksi.
·
Pidana
menyangkut
tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut ranah pidana.
Mengenai hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Pada Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian persetujuan dan Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas kebebasan dalam membuat perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan; segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian yang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, mengatur tentang empat syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;
3.
Suatu hal tertentu;
4.
Suatu sebab yang diperkenankan.
Konrak dalam jasa
konstruksi harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif tersebut.
Kontrak Kerja Konstruksi
Kontrak Kerja Konstruksi
Pengaturan hubungan
kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam
kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat sekurang-kurangnya
harus
mencakup uraian adanya:
1.
para pihak
2.
isi atau rumusan pekerjaan
3.
jangka pertanggungan dan/atau
pemeliharaan
4.
tenaga ahli
5.
hak dan kewajiban para pihak
6.
tata cara pembayaran
7.
cidera janji
8.
penyelesaian tentang perselisihan
9.
pemutusan kontrak kerja konstruksi
10.
keadaan memaksa (force majeure)
11.
tidak memenuhi kualitas dan kegagalan
bangunan
12.
perlindungan tenaga kerja
13.
perlindungan aspek lingkungan.
Khusus
menyangkut dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus
memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.
Formulasi
rumusan pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu
pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi
(a)
volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan;
(b)
persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak
dalam mengadakan interaksi;
(c)
persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh
penyedia jasa;
(d)
pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk
pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan
masyarakat;
(e)
laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang
dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni
mencakup jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk
pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah
jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa
pemeliharaan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DALAM JASA KONSTRUKSI
1.
Undang-Undang
No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
2.
PP
No.28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
3.
PP
No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
4.
PP
No.30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
5.
Kepres
RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah berikut perubahannya
6.
Kepmen
KIMPRASWIL No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa
Konstruksi oleh Instansi Pemerintah
7.
Surat
Edaran Menteri PU No.08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk
Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006
8.
Peraturan
Menteri PU No. 50/PRT/1991 tentang Perizinan Perwakilan Perusahaan Jasa
Konstruksi Asing
9.
dan
peraturan-peraturan lainnya
KLAIM KONTRAK
Klaim
konstruksi dapat terjadi antar para pihak yang berkontrak. Tegasnya klaim
mungkin saja datang dari pihak Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa atau
sebaliknya. Jadi tidak benar bila klaim hanya datang dari pihak Pengguna Jasa
atau sebaliknya hanya Pengguna Jasa yang boleh mengajukan klaim.
Disamping
itu klaim dapat juga terjadi dari pihak lain diluar kontrak seperti Konsultan
Pengawas/Perencana, para Sub Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa atau Penyedia
Jasa.
Arti
klaim sesungguhnya adalah permintaan/permohonan mengenai biaya, waktu dan atau
kompensasi pelaksanaan diluar ketentuan tercantum dalam kontrak konstruksi.
Jadi adalah suatu kekeliruan/salah pengertian yang menganggap klaim adalah
suatu tuntutan. Memang benar klaim adakalanya berakhir dengan suatu tuntutan
baik melalui suatu Badan Peradilan atau Lembaga Arbitrase apabila permintaan
tersebut tidak dikabulkan.
Pengajuan
klaim dapat dengan berbagai cara dan yang paling sederhana berupa permintaan
lisan sampai dengan permintaan yang disusun secara tertulis lengkap dengan data
pendukungnya.
Para pihak
didalam suatu kontrak konstruksi lebih menyukai pemecahan secara damai tanpa
melalui Badan Peradilan. Mereka menginginkan terdapat keputusan yang cepat,
karena penyelesaian melalui Pengadilan disamping memakan waktu dan biaya,
permasalahannya semakin terbuka untuk umum. Penyelesaian melalui Arbitrase
lebih disukai karena disamping waktu lebih pendek, para arbiter dapat dipilih
yang profesional dan keputusannya adalah final dan mengikat para pihak. Upaya
hukum dalam bentuk apapun bila telah keluar keputusan arbitrase tidak
diperkenankan (berbeda dengan Pengadilan yang memungkinkan banding, kasasi atau
Peninjauan Kembali).
Sebab-sebab timbulnya Klaim.
Sesungguhnya dalam Industri Jasa Konstruksi, klaim adalah suatu
hal yang sangat wajar terjadi. Di negara Barat yang Industri Jasa Konstruksinya
sudah berkembang dan para pelaku Industri Jasa Konstruksi menyadari betul
arti sebuah klaim, maka hal ini menjadi biasa.
Dari pihak
Pengguna Jasa
a.
Pekerjaan yang dilaksanakan
Penyedia Jasa cacat atau kurang sempurna.
b.
Penyedia jasa terlambat
menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak
c.
Pemutusan kontrak
Dari pihak
Penyedia Jasa
a.
Kelambatan atau cacat informasi
yang harus diserahkan Pengguna Jasa seperti gambar-gambar atau spesifikasi.
b.
Kelambatan atau cacat dari bahan
atau peralatan yang harus disediakan Pengguna Jasa.
c.
Perubahan ketentuan-ketentuan,
gambar-gambar atau spesifikasi teknis.
d.
Perubahan atau keadaan
lapangan yang tidak diketahui
e.
Reaksi dari pengaruh pekerjaan yang
berturutan.
f.
Larangan metode kerja tertentu
termasuk kelambatan atau percepatan dari pelaksanaan proyek.
g.
Kontrak yang kurang jelas/perbedaan
penafsiran.
KONTRAK FIDIC
FIDIC adalah singkatan dari Federation
Internationale Des Ingenieurs-Conseils (International Federation of
Consulting Engineers) yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, dan didirikan
dalam tahun 1913 oleh negara-negara Perancis, Belgia dan Swiss. Dalam
perkembangannya, FIDIC merupakan perkumpulan dari assosiasi-assosiasi nasional
para konsultan (Consulting engineers) seluruh dunia. Dari asalnya
sebagai suatu organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang Dunia ke
II dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada
tahun 1958, dan baru pada tahun tujuhpuluhan bergabunglah negara-negara NIC,
Newly Industrialized Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang
berstandar internasional.
Didukung oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman
professional yang sedemikian luas dari anggota-anggotanya, FIDIC telah
menerbitkan berbagai bentuk standar dari dokumen dan persyaratan kontrak, conditions
of contract, untuk proyek-proyek pekerjaan sipil (civil engineering
construction) sejak 1957 yang secara terus menerus direvisi dan diperbaiki
sesuai perkembangan industri konstruksi. Sejak diterbitkannya edisi ke 1 pada
tahun 1957, maka edisi ke 2 diterbitkan pada tahun 1969, edisi ke 3 pada tahun
1977 dan edisi ke 4 pada tahun 1987 yang dicetak ulang dengan beberapa amandemen
pada tahun 1992.
Pada tahun 1999 telah dikeluarkan edisi ke 1 dari satu
dokumen standar yang sama sekali baru tentang persyaratan kontrak untuk
pekerjaan konstruksi, yaitu:”Conditions of Contract for Building and
Engineering Works Designed by the Employer“. Pada FIDIC tersebut, hal
yang penting adalah diterapkannya suatu pembagian risiko yang berimbang antara
pihak-pihak yang terkait dalam suatu pembangunan proyek, yaitu bahwa risiko
dibebankan kepada pihak yang paling mampu untuk mengendalikan risiko tersebut.
DISPUTE (SENGKETA)
Sengketa konstruksi adalah sengketa yang
terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para
pihak yang tersebut dalam suatu kontrak konstruksi yang di dunia Barat
disebut construction dispute. sengketa konstruksi yang
dimaksudkan di sini adalah sengketa di bidang perdata yang menurut UU
no.30/1999 Pasal 5 diizinkan untuk diselesaikan melalui Arbitrase atau Jalur
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Sengketa konstruksi dapat timbul antara
lain karena klaim yang tidak dilayani misalnya keterlambatan pembayaran,
keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan penafsiran dokumen kontrak,
ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para pihak. Selain itu
sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila pengguna jasa ternyata tidak
melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik dan mungkin tidak memiliki
dukungan dana yang cukup. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sengketa
konstruksi timbul karena salah satu Dalam tahapan penyelenggaraan bangunan,
selain harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah juga
harus mengikuti peraturan yang telah disepakati bersama dan dituangkan dalam
kontrak. Sengketa dapat terjadi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak, dan sengketa yang terjadi harus segera diselesaikan dan tidak
menghambat tahapan penyelenggaraan bangunan.pihak telah melakukan tindakan
cidera (wanprestasi atau default).
Penyebab sengketa konstruksi dan jenis penyelesaian serta lembaga
penyelesaian sengketa konstruksi sebagai berikut:
1. Jenis sengketa
Jenis sengketa adalah perubahan
kontrak yang diminta (klaim) secara tertulis, yang diajukan oleh salah satu
pihak pada pihak lain sebagai kompensasi atas “kerugian” atau ketidaksesuaian
implementasi suatu kontrak konstruksi. Sengketa dapat disebabkan oleh berbagai jenis sengketa, jenis sengketa
tersebut dikelompokkan menjadi 4 jenis sengketa yaitu:
a) Biaya:
·
Perubahan nilai kontrak
·
Perubahan harga satuan pekerjaan
·
Perubahan nilai angsuran pembayaran
b) Waktu:
·
Perubahan waktu kontrak
·
Perubahan jadwal kegiatan
·
Perubahan jadwal pembayaran
c) Lingkup pekerjaan:
·
Perubahan jenis pekerjaan
·
Perubahan volume
·
Perubahan mutu/kualitas
·
Perubahan metode pelaksanaan konstruksi
d) Gabungan biaya, waktu dan lingkup
pekerjaan (jasa)
·
Kombinasi perubahan biaya dan waktu
·
Kombinasi perubahan biaya dan lingkup pekerjaan
·
Kombinasi perubahan waktu dan lingkup pekerjaan
·
Kombinasi perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan
2. Penyebab
sengketa
Penyebab sengketa adalah sumber timbulnya permintaan kompensasi secara
tertulis atas “kerugian” atau ketidaksesuaian implementasi suatu kontrak
konstruksi oleh salah satu pihak pada pihak lain. Sengketa dapat disebabkan
oleh banyak hal, penyebab sengketa tersebut dikelompokkan menjadi 9 (Sembilan)
penyebab sengketa sebagai berikut:
a) Penyebab
sengketa berkaitan dengan perizinan:
·
Pemberian izin
·
Permintaan izin
·
Tidak adanya izin
b) Penyebab
sengketa berkaitan dengan surat perjanjian kerjasama (kontrak):
·
Isi surat kontrak tidak jelas
·
Isi surat kontrak tidak lengkap
c) Penyebab
sengketa berkaitan dengan persyaratan kontrak:
·
Isi persyaratan kontrak tidak jelas
·
Isi persyaratan kontrak tidak lengkap
d) Penyebab sengketa berkaitan
dengan gambar:
·
Gambar rencana tidak jelas
·
Gambar rencana tidak lengkap
·
Gambar kerja tidak jelas
·
Gambar kerja tidak lengkap
e) Penyebab
sengketa berkaitan dengan spesifikasi:
·
Spesifikasi tidak jelas
·
Spesifikasi tidak lengkap
·
Perubahan spesifikasi
·
Persyaratan spesifikasi tidak memungkinkan untuk dilaksanakan
f) Penyebab sengketa berkaitan dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB):
·
RAB tidak jelas
·
RAB tidak lengkap
Pengukuran hasil pekerjaan
g) Penyebab
sengketa berkaitan dengan administrasi kontrak:
·
Berita acara
·
Laporan
·
Foto/film
h) Penyebab
sengketa berkaitan dengan kondisi lapangan:
·
Kondisi lapangan tidak sesuai denngan kontrak
·
Perubahan kondisi lapangan
·
Kondisi lapangan tidak memungkinkan
i) Penyebab sengketa berkaitan dengan kondisi eksternal:
·
Perubahan kebijakan pemerintah
·
Perubahan harga atau biaya
·
pendanaan
3. Jenis
penyelesaian sengketa
Secara umum jenis penyelesaian sengketa di luar pengadilan (cara litigasi)
yaitu (UU RI nomor 18 tahun 1999; UU RI nomor 30 tahun 1999)
a) Negosiasi
Negosiasi dapat diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa para
pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama
atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif. Negosiasi tidak
melibatkan pihak ketiga namun memerlukan orang yang tepat untuk bernegosiasi.
b) Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian
sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersifat
netral, dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi
menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana
keterbukaan, kejujuran dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat.
c) Konsiliasi
Konsiliasi adalah upaya
penyelesaian sengketa dengan cara mempertemukan keinginan para pihak dengan
menyerahkannya kepada suatu komisi/pihak ketiga yang ditunjuk atas kesepakatan
para pihak yang bertindak sebagai konsiliator. Peranan konsiliator yaitu menyusun dan merumuskan
upaya penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak.
d) Arbitrase
Arbitrase adalah perjanjian
perdata dimana para pihak sepakaat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi
antara mereka yang mungkin akan timbul dikemudian hari yang diputuskan oleh
seorang ketiga, atau penyelesaian sengketa oleh seorang atau beberapa orang
wasit (arbitrator) yang bersama-sama ditunjuk oleh pihak yang berperkara dengan
tidak diselesaikan melalui pengadilan tetapi secara musyawarah dengan
menunjukan pihak ketiga, hal mana dituangkan dalam salah satu bagian dari
kontrak. Badan arbitrase
terdiri dari arbitrator yaitu pengacara, kontraktor, konsultan (engineer) dan
konsultan hakim. Arbiter harus memiliki pengetahuan bidang konstruksi dan
memahami permasalahan sengketa yang dihadapi.
Terdapat jenis penyelesaian sengketa di luar pengadilan (cara litigasi)
lainnya yang digunakan di luar negeri, yaitu Eastern Distric of New York,
1993; Thomas B. Treacy, 1995; Frederick S. Keith, P. E.,1997) Court-Annexed
Arbitration, Early Neutral Evaluation, Mediation, Concensual Jury or Court
Trial before a United States Magistrate Judge, Settlement Conferences, Special
Masters, Arbritration, Dispute Review Board (by ASCE committee on Contract
Administration), Minitrial Summary Jury Trial dan Private Judging.
4. Lembaga penyelesaian sengketa
Lembaga penyelesaian sengketa adalah lembaga yang dapat membantu
menyelesaikan sengketa yang terjadi. Lembaga penyelesaian sengketa menurut
Soekirno, 2006; Widjaja, 2002; Emirzon, 2001; Margono, 2000 yang dikutip dari
Mutiara, 2006 adalah sebagai berikut:
1) Negosiator
2) Mediator
3) Konsiliator
4) Lembaga
Arbitrase
Metode Klaim Kontraktor
Metode
klaim yang digunakan oleh kontraktor dalam pengajuan klaim adalah metode estimating cost item. Metode analisa
klaim dari kontraktor menggunakan item biaya langsung, pada kategori biaya, ada
nya peningkatan biaya dapat dengan mudah dibuktikan dan ditentukan besarnya.
Contohnya, peningkatan biaya finansial dan biaya
peralatan.
Dipihak lain, kita juga menemukan item-item yang tidak mudah dihitung, seperti homeoffice overhead. Pada bagian ini
akan dibahas kategori biaya yang biasa digunakan dalam pengajuan klaim, antara
lain sebagai berikut:
a) Peningkatan biaya pekerja:
dibagi menjadi biaya pekerja langsung dan tidak langsung. Peningkatan biaya
pekerja langsung biasanya disebabkan oleh aktivitas yang secara langsung
dipengaruhi oleh kekacauan yang disebabkan oleh owner. Peningkatan biaya ini bisa diperoleh dari rekaman data
aktual pekerja (yang mana menunjukan peningkatan pada durasi kerja) dengan
menerapkan klasifikasi pekerja dari kontraktor. Kontraktor juga memiliki hak
untuk menutup kerugian dari peningkatan upah yang mungkin terjadi selama
periode keterlambatan (Barrie,Paulson,1992). Pada biaya tidak langsung, biaya
diasosiasikan dengan aktivitas tidak langsung yang disebabkan oleh kekacauan.
Biaya ini diperkirakan dengan menggunakan teknik productivity loss estimation, setelah lingkup dari kekacauan dapat ditentukan.
b) Peningkatan biaya finansial:
berkaitan dengan keterlambatan yang terjadi, kontraktor yang menanggung
peningkatan biaya finansial dari proyek konstruksi. Untuk membenarkan klaim
yang diajukan, kontraktor harus dapat memperlihatkan seluruh rincian biaya yang
dimaksud, sehingga bukti-bukti dapat diterima. Kontraktor juga dapat melakukan
klaim terhadap biaya inflasi jika keterlambatan telah melampaui wewenang kontraktor.
c) Peningkatan biaya overhead:
termasuk didalamnya adalah site over head
dan home office overhead.
Peningkatan site overhead selalu
lebih mudah untuk ditentukan jumlahnya. Peningkatan ini memerlukan kontraktor
untuk memperlihatkan persiapan- persiapan tempat yang akan dibangun, menentukan
biaya-biaya yang detail untuk semua item pekerjaan yang dianggap sebagai item
pekerjaan dilapangan yang umum (infrastruktur lapangan, crane dan
peralatan-peralatan lain yang ada dilapangan). Perhitungan terhadap peningkatan
home office overhead merupakan hal
yang rumit. Tidak terlalu jelas bagaimana biaya-biaya home office dipengaruhi oleh keterlambatan dilapangan. Kontraktor
memilih item ini sebagai home office
overhead yang tidak dapat diabsorb karena bagian yang terbesar dari waktu
tenaga kerja home office dialokasikan
terhadap proyek yang terlambat untuk jumlah total pembayaran yang sama diterima
dari owner.
Data Umum Proyek
Proyek
ini berada di Irian Jaya Barat. Nilai kontrak yang disetujui adalah dalam mata
uang US dolar. Proyek ini merupakan proyek EPC (Engineering, Procurement dan Construction).
Jenis proyek berupa kombinasi antara Lump
sum dan Unit rate.
Pekerjaan
untuk jenis kontrak Lump sum meliputi:
Dormitory block A dan B, Gedung
Administrasi, Klinik, Sentral Building, Mesjid, Gereja, Pos Penjagaan, Kantor
Bea dan keamanan Pintu Gerbang dan Area keamanan, Trotoar 1 & 2, Outdoor Infrastructure: road and pavement,
fence and gate.
Pekerjaan
untuk jenis kontrak Unit rate mencakup
: Pile Cap, Earth Structure, External
Sewerage and Drainage, External Concrete,External Communication system,
electrical work, landscaping, loose furniture and equipment.
Proyek
Building-2 ini ditandatangani pada
tanggal 9 Maret 2006, proses konstruksi dijadwalkan akan selesai pada tanggal
30 Juli 2007. Sebelum penandatanganan kontrak, owner menerbitkan letter of
agreement pada tanggal 10 Februari 2006 sebagai surat izin kepada
kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan persiapan.
Rencana
kerja penyelesaian untuk semua pekerjaan Building 2 yang telah disepakati kedua
belah pihak seperti yang tercantum dalam kontrak adalah selama 486
hari (Pekerjaan
dimulai tanggal 01 April 2006 dan selesai tanggal 31 Juli 2007). Pada
kenyataannya, pihak Kontraktor baru dapat menyelesaikan seluruh pekerjaan Building – 2 pada tangal 15 Juni 2008
atau mundur selama 320 hari (+ 11 bulan) dari rencana yang telah
disetujui.
Karena
keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan pada proyek building-2 ini, Kontraktor mengajukan klaim kepada Pemilik. Pemilik menerima 2 klaim formal
dari kontraktor dengan total klaim sebesar IDR 241,985,163,700 dengan perincian
sebagai berikut:
a)
Klaim
pertama diterima oleh Pemilik pada tanggal 17 December 2007, dengan total klaim
IDR 198,852,930,000
b)
Klaim
kedua diterima oleh Pemilik pada tanggal 2 May 2008, dengan total klaim sebesar
IDR 42,932,233,700
Sebab Pengajuan Klaim Dari Kontraktor
Kontraktor
mengajukan klaim kepada owner karena beberapa masalah seperti: keterlambatan
pengadaan dari pihak Pemilik, perubahan gambar desain di lapangan, penundaan
keberangkatan tenaga kerja, penambahan tenaga kerja lokal yang diluar rencana,
perubahan cuaca, kondisi tanah di lapangan yang berbeda, kebijakan HSE yang
menyebabkan produktifitas menurun, produktivitas menurun karena kondisi dari
kantin, penambahan ongkos kirim untuk material karena perubahan tempat
keberangkatan, demobilisasi dari peralatan, kelebihan material dan fasilitas
konstruksi dilapangan, penurunan produktivitas akibat keterbatasan kapasitas
kamp, tambahan biaya untuk mempercepat proses penyelesaian proyek Buiding-2,
penggantian biaya atas kehilangan kesempatan untuk mendapatkan proyek baru
dikarenakan keterlambatan penyelesaian proyek building-2.
Klaim
Oleh Kontraktor
Tidak
Produktif tenaga kerja karena prosedur keamanan kerja yang baru
a) Dasar
Klaim,
didalam kontrak kerja dijelaskan bahwa HSE training yang diadakan oleh owner dapat dilaksanakan di 3 kota:
Jakarta, Makasar dan Sorong. Pada kenyataannya semua HSE training dilaksanakan
di Site Project. Kontraktor mengklaim biaya tambahan untuk hal ini dengan
alasan tertunda nya pekerjaan di lapangan. Karena untuk pekerja yang belum
mendapatkan training, tidak dapat melakukan pekerjaan dilapangan.
b) Analisis
Klaim, di
dalam kontrak kerja dijelaskan bahwa HSE training harus dilaksanakan selama
beberapa hari tergantung dari jumlah peserta, dan tidak ada kompensasi tambahan
selama masa training. Semua fasilitas untuk training ditanggung oleh
kontraktor. Pada kenyataannya, semua training dilaksanakan di lapangan kerja
dan tidak ada penundaan pekerjaan. Kondisi ini seharusnya menguntungkan untuk
kontraktor. Karena semua biaya ditanggung oleh owner dan kontraktor tidak harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk para personil mengikuti training diluar
proyek. Karena alasan ini, Pemilik menolak untuk memberikan biaya tambahan
kepada kontraktor.
c)
Perhitungan klaim, Perhitungan kontraktor
berdasarkan total man hours yang tidak bekerja selama masa menunggu training
dikalikan dengan upah perhari, sebagai berikut: 3,090 Manday x Rp. 210,004 =
Rp. 650,136,000. Dan jumlah ini ditolak oleh Pemilik dengan alasan yang telah
dijelaskan diatas.
Tambahan
Biaya karena bertambahnya perlengkapan keamanan
a) Dasar
Klaim, Biaya
untuk safety gear dan personal protective equipment yang
menjadi tanggung jawab kontraktor harus mengikuti standard yang berlaku di
spesifikasi. Tetapi didalam spesifikasi tidak dijelaskan jenis perlengkapan safety yang harus digunakan. Kontraktor
telah menyiapkan PPE untuk digunakan dilapangan oleh pekerja sesuai standard
yang telah ditetapkan oleh owner, menggunakan berbagai macam sarung tangan
sesuai dengan tingkat resiko nya, dan menggunakan sepatu bot plastik dengan steel toe cap. Tetapi pada tgl 28 Sept
06, owner merevisi standard yang lama dengan mewajibkan pekerja menggunakan
sarung tangan kulit dan sepatu kerja kulit. Ini menyebabkan timbulnya biaya
tambahan untuk membeli sarung tangan dan
sepatu kerja yang baru yang sesuai dengan ketentuan baru dari Pemilik.
b) Analisis
Klaim, Semua
pekerja yang akan melakukan pekerjaan dilapangan harus menggunakan perlengkapan
safety sebagai berikut: Helm kerja,
Sepatu kerja, Kacamata kerja,Seragam kerja
Standard yang
ditetapkan adalah sebagai berikut,Sepatu Kerja, Semua pekerja harus menggunakan
sepatu yang dapat melindungi kaki dari kecelakaan, seperti jatuh nya dan
bergulingnya sesuatu peralatan kerja dilapangan. Sepatu kerja harus sesuai
dengan standar sepatu kerja lapangan nasional, Sarung tangan kerja, Sarung
tangan harus dapat melindungi tangan dari bahaya zat-zat yang dapat menembus
kulit, dari bahaya benda tajam, dari bahaya zat-zat kimia dan bahaya temperatur
tinggi. Tidak diragukan bahwa kontrktor telah menyediakan dan menggunakan
perlengkapan safety dilapangan.
Masalahnya adalah rubber boat yang disediakan kontraktor tidak mempunyai soles
yang kuat sehingga tidak dapat digunakan dilapangan yang pada kenyataannya
banyak paku dan benda-benda tajam yang dapat menembus rubber boat yang
digunakan oleh pekerja. Begitu juga dengan jenis sarung tangan yang disediakan
oleh kontraktor tidak dapat memberikan perlindungan yang aman untuk tangan,
sehingga tidak memenuhi standard keamanan untuk pelengkapan kerja.
c) Perhitungan
Klaim, Kontraktor
menghitung klaim untuk sepatu kerja dan sarung tangan kerja berdasarkan selisih
antara biaya yang telah dikeluarkan oleh kontraktor untuk membeli rubber boat, dengan biaya tambahan untuk
membeli sepatu safety yang baru yang
sesuai dengan ketentuan dari pihak Pemilik. Berikut perincian biaya tambahan
yang diajukan oleh kontraktor:
Sepatu safety:
Pembelian sepatu safety baru = 1,286 x Rp. 440,000,- =
Rp. 565,840,000,- Sepatu boat yang sudah dibeli = 1,286 x Rp. 120,078,- = Rp. 164,320,200,-
Sub Total biaya yang di
Klaim = Rp. 401,517,800,-
Sarung tangan safety:
Pembelian sarung tangan baru
= 23,200 x Rp.10,067,- = Rp. 386,666,700,- Sarung tangan yang sudah dibeli =
23,200 x Rp.1,700,- = Rp. 38,666,700,-
Sub Total biaya yang di
Klaim =
Rp. 348,000,000
Total Klaim = Rp.
749,517,800,-. Pemilik hanya akan membayar 50 % dari total klaim yang diajukan
oleh kontraktor karena alasan yang telah dijabarkan diatas. Dan karena owner
menyadari akan adanya tambahan biaya untuk pembelian perlengkapan keamnan, tetapi kontraktor tidak
mempunyai alasan yang kuat sehingga owner hanya akan membayar setengah dari
klaim yang diajukan, yaitu: Rp. 749,510,078 x 50% = Rp. 400,000,000
Tidak Produktif tenaga kerja karena
faktor lingkungan, keamanan, dan masalah kesehatan
a) Dasar
Klaim, Pemilik
menyatakan bahwa keamanan di lapangan akan terjamin. Pada kenyataanya terjadi
demonstrasi dari warga diluar project yang
menyebabkan
tertundanya
pekerjaan kosntruksi, dan terjadi demonstrasi dari beberapa pekerja dilapangan
yang mengajak pekerja lain untuk mogok bekerja. Makanan ditanggung oleh pihak
owner. Tenaga kerja akan mendapatkan makanan yang higienis untuk kesehatan
mereka. Pada tanggal 7 November '06, 98 pekerja menderita diare dan menyebabkan
tidak dapat bekerja. Diare disebabkan karena makanan yang tidak higienis.
b) Analisis
Klaim, Pemilik
menyatakan bahwa kontraktor tidak mempunyai dasar yang jelas dalam mengajukan
klaim ini. Demonstrasi yang terjadi pada tanggal 17 November adalah demosntrasi
yang dilakukan oleh penduduk lokal dikarenakan pintu masuk di pos 8 selalu
dalam keadaan tertutup, menyebabkan mereka tidak dapat masuk ke dalam proyek,
ini sudah dapat ditanggulangi oleh owner dengan melakukan komunikasi antara
pihak owner dengan penduduk lokal Papua. Dan pada hari yang sama workers dari
pihak kontraktor pun melakukan demonstrasi karena uang lembur mereka yang belum
dibayar oleh pihak kontraktor. Jadi tidak ada hubungan nya dengan keamanan yang
mengancam pihak kontraktor yang disebabkan oleh pihak owner. Untuk kasus diare
yang menyerang 92 orang tenaga kerja dari kontraktor, setelah mendapat
keterangan dari pihak klinik di proyek, dari 92 tenaga kerja sebenarnya tidak
ada yang menderita diare. Yang melatarbelakangi tenaga kerja untuk datang
keklinik adalah ada nya 7 teman mereka yang mengalami diare. Dan mereka
termakan isu bahwa makanan yang mereka konsumsi sudah tidak layak makan,
sehingga mereka mengklaim bahwa diri mereka terkena diare dan segera
berdatangan ke klinik untuk diperiksa. Tetapi hasil dari pemeriksaan dari 92
tenaga kerja yang melapor tidak ada satu pun yang terserang diare. Ini juga
dapat disebabkan rendahnya pengetahuan tenaga kerja lokal disana mengenai
penyakit diare dan tenaga kerja lokal mudah termakan isu yang beredar yang
belum tentu benar. Untuk 7 orang pasien yang terjangkit diare diklinik ini dikarenakan
mereka mengkonsumsi mie instant yang mereka bawa dan masak sendiri di kamp
mereka. Jadi bukan karena makanan yang disediakan oleh pihak owner. Kontraktor
tidak dapat memberikan data pendukung yang kuat untuk mengklaim hal ini. Oleh
karena itu Klaim yang diajukan untuk item ini ditolak oleh pihak owner.
Penambahan biaya pengiriman material dan
peralatan karena perpindahan tempat keberangkatan dari vessel yang disediakan
oleh owner
a) Dasar
Klaim, Dalam
kontrak kerja dijelaskan bahwa transportasi peralatan akan dilakukan dari
pelabuhan di Jakarta dan di Surabaya. Dan kapal atau vessel akan disediakan
oleh owner dengan biaya ditanggung
oleh owner (dari Jakarta/Surabaya ke Irian Jaya Barat). Pada kenyataannya,
owner hanya menerima pengiriman material dan peralatan dari pelabuhan di
Ciwandan – Banten. Sedangkan kontraktor telah mempersiapkan material dan
peralatan untuk dikirim melalui pelabuhan di Surabaya. Ini menyebabkan ada nya
biaya tambahan untuk transportasi material dan peralatan dari Surabaya ke ciwandan
– Banten.
b) Analisis
Klaim, Berdasarkan
kontrak kerja pengiriman peralatan akan dilakukan dari pelabuhan di Jakarta dan
di Surabaya. Dan kapal atau vessel akan disediakan oleh owner dengan biaya
ditanggung oleh owner (dari Jakarta/Surabaya ke Irian Jaya Barat). Oleh karena
itu owner akan membayar biaya tambahan yang telah dikeluarkan oleh pihak
kontraktor untuk pengiriman material dan peralatan dari Surabaya ke Ciwandan –
Banten. Tetapi karena kontraktor tidak mempunyai backup data yang jelas untuk
dasar perhitungan klaim mereka. Pemilik hanya akan membayar kompensasi untuk
biaya mobilisasi dan demobilisasi dari Surabaya ke Banten berdasarkan Jadwal
mobilisasi dan demobilisasi peralatan kontraktor sebesar Rp. 450,526,400.
Klaim atas kondisi tanah dilapangan yang
tidak bagus
a) Dasar
Klaim, Didalam
kontrak disebutkan bahwa owner akan
menyediakan aggregate dan pasir yang bagus untuk memperbaiki dan perawatan
kondisi tanah di lapangan (lampiran 4). Pada kenyataannya keadaan tanah yang
tidak bagus, menyebabkan pekerjaan konstruksi dilapangan terhambat. Aggregate
dan pasir yang seharusnya disediakan oleh owner juga tidak tersedia. Kontraktor
harus mengerjakan perbaikan kondisi tanah yang merupakan diluar kewajiban kerja
kontraktor, dengan kata lain ini adalah pekerjaan tambah untuk kontraktor.
b)
Analisis Klaim, Tidak ada kontraktual basis
untuk klaim loss in productivity ini. Kondisi yang tertera dalam kontrak tidak
berubah. Pada item pekerjaan tambah untuk pembelian steel plate untuk akses
sementara adalah pekerjaan konstruksi normal untuk setiap proyek.
c)
Perhitungan Klaim,Tetapi
Owner akan membayarkan biaya tambahan untuk pembelian steel plate yang melebihi batas karena inisiatif dari kontraktor
untuk mengantisipasi kekurangan steel
plate. Owner hanya akan membayar 50% dari 65 sheet steel plate yang di beli oleh kontraktor yaitu 50% x Rp.
577,850,000 = Rp. 288,920,005 dibulatkan menjadi Rp. 290,000,000.
Penurunan produktifitas karena fasilitas
kamp yang tidak memadai.
a) Dasar
Klaim, Berdasarkan
kontrak kerja Semua pekerja yang akan bekerja di lapangan akan mendapatkan
akomodasi yang baik dengan standard
internasional.Pada kenyataan nya akomodasi yang didapat tidak cukup
layak, pekerja merasa tidak nyaman, menyebabkan menurun nya produktivitas
mereka dalam bekerja. Dan juga akomodasi yang terbatas menyebabkan penundaan
mobilisasi dari pekerja ke site project.Adapun biaya tambahan yang di klaim oleh
Kontraktor adalah sebesar Rp. 5,999,556,000.
b) Analisis
Klaim, Berdasarkan
kontrak kerja, owner mempunyai kewajiban untuk menyediakan akomodasi seperti
kamp untuk pekerja lapangan/worker yang
merupakan non staff worker. Kamp yang
disediakan untuk non staf adalah type S7 dan S8. Ini adalah kamp dengan tempat
tidur tingkat dan kipas angin. 1 kamar dapat menampung 6 orang. Akomodasi S7
dan S8 ini sudah mengikuti standard yang biasa digunakan di project lain dan
sudah sesuai dengan kontrak yang telah disetujui bersama. Masalah yang timbul
akibat dari terbatasnya jumlah kamp untuk tenaga kerja dikarenakan kontraktor
yang gagal untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu nya. Sehingga banyak
pekerja yang diundur waktu demobilisasi nya karena harus menyelesaikan pekerjaan
di lapangan. Di dalam kontrak bab 6 disebutkan bahwa jumlah tenaga kerja yang
paling banyak adalah 592, dan puncak nya dijadwalkan akan terjadi pada bulan
Februari 2007. Pada kenyataanya jumlah tenaga kerja terbanyak adalah 1202 dan
terjadi pada bulan October 2007. Ini menunjukan kegagalan kontraktor untuk
menyelesaikan tugas sesuai dengan jadwal yang sudah di rencanakan didalam kontrak.
c)
Perhitungan Klaim, Kontraktor mengklaim biaya
tambahan untuk hal diatas menggunakan faktor 10% dari kehilangan produktivitas
untuk semua pekerja. Perincian nya adalah sebagai berikut:
Man
month jam/hari hari/bulan
Total
jam upah sejam total
biaya 9,505 8 30 2,281,200 26,300 59,995,560,000
Biaya yang akan di klaim 10%
= Rp 5,999,556,000,-
Tidak ada dasar
formula untuk perhitungan diatas. Pemilik sudah memenuhi kewajiban nya untuk
menyediakan akomodasi untuk para pekerja. Keterbatasan
akomodasi
disebabkan oleh karena kontraktor yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaan nya
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam kontrak. Sehingga kontraktor
harus memperpanjang masa kerja, dan kontraktor juga gagal untuk mengatur jumlah
dan perputaran tenaga kerja nya sesuai dengan rencana yang ada dalam kontrak.
Namun selama masa kerja, ada staff dari kontraktor yang harus tinggal di
akommodasi S7 dan S8 yang seharusnya akomodasi tersebut untuk non staff.
Dikarenakan kapasitas kamp untuk staff yang penuh.
Untuk
itu Pemilik tetap akan memberikan kompensasi untuk pekerja staff yang tinggal di
kamp yang lebih rendah dari level nya. Pehitungan kompensasi adalah sebesar $50
perhari untuk setiap pekerja staff yang tinggal di kamp S7 dan S8. berikut adalah perhitungannya:
Rp. 500,000 x 190
MM = Rp. 95,000,000,- adalah jumlah yang akan dibayarkan oleh owner untuk klaim
yang diajukan
Penyelesaian Klaim
Secara
keseluruhan total klaim sebesar Rp. 150,000,000,000,- ditolak oleh owner karena kontraktor tidak mempunyai dasar yang kuat dalam pengajuan
klaim, dan juga kontraktor
tidak memiliki back up data dan bukti2 yang dapat menguatkan klaim
tersebut. Penyelesaian klaim
dilakukan dengan cara negosiasi. Pertemuan dilaksanakan beberapa kali di Jakarta antara
senior management dari pihak Pemilik dan pihak kontraktor untuk berunding mengambil keputusan yang terbaik.
Dalam pertemuan tersebut diatas membahas mengenai analisa klaim yang dilakukan oleh owner dan penjelasan
dari kontraktor. Tetapi karena kontraktor tidak memiliki dasar yang
kuat dalam pengajuan klaim, baik
dari segi pendekatan dengan kontrak dokumen maupun kelengkapan
data, maka owner tidak dapat mengabulkan permintaan biaya tambahan yang diajukan. Namun, owner tetap akan
memberikan kompensasi untuk beberapa
pekerjaa yang
memang hak dari kontraktor.
Meskipun
kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu nya, tetapi owner
tetap menghargai kerja keras dari kontraktor yang pada akhirnya dapat
menyelesaikan seluruh pekerjaan dengan kualitas yang bagus (high standard).
Proposal
harga dari Pemilik sebagai claim settlement adalah Rp.
76,958,510,000 (jumlah nilai tersebut dihitung dengan menggunakan metode
perhitungan selisih antara harga yang tercantum di kontrak dengan biaya aktual
yang dikeluarkan oleh kontraktor serta dengan memepertimbangkan kondisi
sebenarnya yang terjadi dilapangan selama pekerjaan berlangsung. Dan kontraktor
menerima harga yang ditawarkan oleh Pemilik
sebagai kesepakatan untuk kompensasi klaim secara keseluruhan.
Daftar Pustaka:
Komentar
Posting Komentar